2008/10/27

Perlakuan Pajak di Industri Hulu Migas

Perlakuan Pajak di Industri Hulu Migas

Beberapa perlakuan pajak di Industri minyak dan gas bumi dapat dijabarkan sebagai berikut :

M.1. Sumbangan

Sumbangan / donasi boleh dibebankan sebagai biaya operasi dan boleh dikurangkan sebagai biaya dalam menghitung PPh Badan apabila sumbangan tersebut dilakukan dalam bentuk investasi, dan terhadap investasi dimaksud dapat disusutkan sebagaimana aktiva lainnya dan setelah disusutkan sepenuhnya barulah dapat dihibahkan. Diatur dalam S-1111/MK/1985 tanggal 27 September 1985 tentang Sumbangan (donation) yang dilakukan oleh Kontraktor. Kegiatan pengembangan lingkungan (community development) selama ini dibebankan sebagai biaya operasi perusahaan dan agar dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, pengeluaran tersebut dilakukan dalam bentuk investasi dan disusutkan sepenuhnya baru kemudian dihibahkan. Sedangkan beasiswa yg diberikan oleh Kontraktor dapat dianggap sebagai biaya pendidikan.

M.2. Bonus-Bonus yang dibayar oleh Kontraktor Production Sharing kepada Pertamina

Sehubungan dengan reformasi pajak tahun 1984 dikeluarkan Surat Menteri Keuangan No 548/KMK.012/1984 tentang tata cara perhitungan dan pembayaran pajak penghasilan yang terutang oleh Kontraktor Production Sharing dalam eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi dengan Pertamina, penghitungan biaya-biaya untuk kepentingan pengurangan penghasilan adalah biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan serta penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Undang-undang Pajak Penghasilan. Biaya-biaya yang diizinkan sebagai pengurang penghasilan bruto pada ketentuan Menteri Keuangan tersebut belum memasukkan bonus. Dengan untuk mempertegas perlakuan tentang bonus. Yaitu bahwa bonus-bonus yang dibayarkan oleh KPS kepada Pertamina dapat dipotongkan dari Penghasilan Bruto KPS. Selanjutnya dinyatakan bahwa agar penerimaan Pemerintah tidak mengalami perubahan sebagai akibat dimasukkannya bonus sebagai biaya, maka pembayaran bonus-bonus tersebut terlebih dahulu harus di gross-up. Dalam kontrak, bonus-bonus tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya operasi untuk tujuan penghitungan Pembagian Hasil Produksi (non-cost recoverable). Diatur dalam S-1105/MK.012/1985 tgl 27 Sept 1985 tentang bonus-bonus yg dibayar oleh Kontraktor kepada Pertamina. Bonus sebagaimana dimaksud Kepmen 815/KMK.012/1985 adalah bonus penandatangan, bonus produksi, bonus pendidikan, dan bonus lainnya dengan nama apapun yg dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dan agar penerimaan Indonesia tidak mengalami perubahan akibat dimasukkan bonus sebagai biaya, maka pembayaran bonus tersebut terlebih dahulu harus digross up. Semua bonus yg dibayarkan oleh Kontraktor dimasukkan merupakan penghasilan bagi Pertamina. Dalam kontrak PSC, bonus-bonus tsb tidak boleh dibebankan sebagai biaya untuk tujuan perhitungan bagi hasil (non-cost recoverable).

M.3. Pembebanan Pre-Production Costs pada Penghasilan Bruto

Biaya yang menjadi beban dalam masa pra-produksi dapat dikurangkan dari Pengahsilan Bruto pada saat dimulainya produksi komersial. Diatur dalam S-316/MK.012/1986 tanggal 22 Maret 1986. Bahwa Pasal 6 ayat (2) Kepmen 458/KMK.012/1984 menetapkan bahwa harga perolehan dari harta tak berwujud sepanjang berkenaan dan untuk keperluan pengembalian biaya-biaya terhadap survey dan biaya pengeboran tak berwujud (intangible drilling) dapat diperhitungkan sepenuhnya Dengan demikian, biaya yg menjadi beban dalam masa pra produksi dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pada saat dimulainya produksi komersial.

M.4. Pengaturan Gaji Karyawan KPS

Supaya beban pajak karyawan dari KPS Baru dapat disamakan dengan beban pajak yang dipikul para karyawan KPS Lama, Menteri Keuangan pada tahun 1985 menetapkan bahwa tidak keberatan jika benefit in kind yang diperoleh karyawan dapat dibayar dalam bentuk uang sekaligus di gross-up dalam pembayaran pajaknya, tersebut dapat diperhitungkan sebagai biaya dalam perhitungan pajak, diatur dalam SE-1109/MK/1985 tanggal 27 Sept 1985 tentang Pengaturan gaji karyawan Kontrak Production Sharing baru, agar beban pajak karyawan dari KPS baru dapat disamakan dengan beban pajak yang dipikul para karyawan KPS lama.

M.5. Pajak atas Technical Services & Biaya Overhead Kantor Pusat

Terhadap biaya-biaya tersebut dalam rangka memenuhi kewajiban Kontrak Production Sharing dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pajak tersebut ditanggung oleh Pemerintah yang pelaksanaanya dilakukan DJLK. Diatur dalam S-604/MK.017/1998 tanggal 24 November 1998 tentang Masalah Pajak Atas Technical Services dan Biaya Overhead KPS . Untuk itu terhadap overhead, technical services dan biaya yang timbul dari Kantor Pusat dalam rangka memenuhi kewajiban kontrak PSC dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yg berlaku. Pajak tersebut ditanggung oleh Pemerintah.

M.6 PPh Pasal 21/22/23/26

Ketentuan mengenai pemotongan dan pemungutan untuk Kontraktor KBH secara umum mengikuti ketentuan perpajakan yg berlaku. Mengingat asset-asset yg diimpor KPS merupakan milik Pemerintah, maka atas impor tersebut tidak dipungut PPh Pasal 22 (SE-34/PJ.24/1985).

M.7. PPN, PBB, dan pajak lainnya

Klausul Pajak dalam kontrak PSC menyebutkan BP MIGAS (Gov) menanggung dan membebaskan pajak lainnya (PPN, bea masuk, dsb)

Government, except with respect to Contractor’s obligation to pay the income tax and the final tax on profits after tax deduction, assume and discharge all other Indonesian taxes of Contractor including value added tax, transfer tax, import and export duties on materials, equipment and supplies brought into Indonesia by Contractor , its contractors and subcontractors" exactions in respect of property, capital, net worth, operations, remittances or transactions including‘ any tax or levy on or in connection with operations performed hereunder by Contractor.”



Crude Oil adalah bukan BKP (Barang Kena Pajak), maka kontraktor KPS bukan PKP (Pengusaha Kena Pajak ), PPN Masukan yg harus dibayar akan dikembalikan (direimburse) oleh Pertamina / BP Migas serta atas impor barang modal tidak dikenakan PPN impor mengingat barang modal tsb adalah milik Pemerintah (Pasal 15d UU 8/1971). Sama halnya dengan PPN, maka Kontraktor tidak akan dibebani dengan PBB, Pajak Daerah, Retribusi daerah, dsb. Pertamina / BP Migas akan membayar pajak-pajak tersebut yang diambil dari bagian pemerintah (Government share) sesuai dengan tagihan yang diterima oleh Kontraktor.

M.8. PPh atas Expatriates

Kegiatan usaha di industri hulu minyak dan gas bumi yang dilaksanakan oleh perusahaan asing akan menyebabkan mobilisasi tenaga asing yang didatangkan dari berbagai negara, sesuai dengan keahlian dan kebutuhan perusahaan yang bersangkutan untuk menunjang kegiatannya di Indonesia. Hal ini akan membawa implikasi perpajakan di Indonesia, tergantung kepada jangka waktu expatriates tersebut berada di Indonesia. Faktor lain yang dipertimbangkan adalah status pajak dari expatriates sebelum berada di Indonesia, artinya mereka subjek pajak negara mana sesaat sebelum datang ke Indonesia. Faktor ini penting untuk menentukan tax treeaty yang dipakai sebagai acuan dalam rangka menentukan perlakuan pajak penghasilan terhadap para expatriates tersebut. Untuk keperluan analisis ada tiga situasi yang dapat dibahas dari segi perlakuan pajak penghasilannya, yaitu : 1

a. Seorang expatriate berada di Indonesia selama jangka waktu yang lebih singkat daripada jangka waktu yang diatur di dalam tax treaty.

Dalam rangka kegiatan usaha yang dilakukan oleh perusahaan luar negeri seringkali terjadi bahwa perusahaan tersebut menempatkan beberapa expatriates ke Indonesia sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini akan membawa implikasi perpajakan bagi expatriates yang bersangkutan. Apabila mereka adalah subjek pajak di negara yang mempunyai hak pemajakan atas gaji yang diterima adalah dengan merujuk pada ketentuan di dalam tax treaty yang bersangkutan yang mengatur tentang dependent personal services. Dalam hal demikian terdapat tiga faktor yang dapat dipertimbangkan, yaitu

        • Jangka waktu keberadaan expatriate di Indonesia;

        • Apakah gajinya dibayar oleh subjek pajak di Indonesia, dan;

        • Apakah gajinya dibebankan kepada BUT yang ada di Indonesia.

Syarat pertama merupakan time test bagi exspatriates yang bersangkutan. Dalam penentuan time test ini expatriates yang bekerja di Indonesia akan diuji dengan waktu kehadiran di negara sumber (days of physical presence). Untuk syarat kedua, pemberi kerja yang membayar gaji expatriates yang bersangkutan bukan penduduk negara di mana pekerjaan itu dilakukan. Syarat ini merupakan penegasan bahwa pengecualian akan berlaku bila gaji itu tidak dibayarkan oleh pemberi kerja yang berada di negara tempat pekerjaan itu dilakukan. Untuk syarat terakhir, bila pemberi kerja mempunyai BUT di negara tempat pekerjaan itu dilakukan dan pembayaran penghasilan (gaji) tersebut dibebankan kepada BUT maka expatriates tersebut dikecualikan dari pengenaan pajak.

    1. Seseorang expatriate berada di Indonesia selama jangka waktu melebihi jangka waktu sebagaimana yang diatur di dalam tax treaty.

Dengan merujuk kepada ketentuan standar sebagaimana dikemukakan di butir a, maka dalam hal seorang expatriate berada di Indonesia melebihi time test waktu yang diatur di dalam tax treaty maka hak pemajaknya berada di tangan Indonesia, tanpa mempertimbangkan lagi dua syarat yang lain. Undang-undang domestik dapat digunakan apabila jangka waktu time test dilewati, expatriate yang bersangkutan dikenakan PPh pasal 17 sebagai kewajiban dalam negeri.

    1. Seoarang expatriate yang berdomisili di negara-negara yang tidak mempunyai tax treaty dengan Indonesia.

Apabila expatriate yang dipekerjakan di Indonesia berasal dari negara yang tidak mempunyai tax treaty dengan Indonesia, maka ketentuan dalam UU PPh berlaku sepenuhnya. Dengan demikian, apabila yang bersangkutan berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka akan diperlakukan sebagai Wajib Pajak Luar Negeri sehingga semua penghasilan yang bersumb0er dari Indonesia dikenakan pajak penghasilan berdasarkan Pasal 26. Sebaliknya apabila expatriate tersebut berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka ia akan diperlakukan sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri dan karenanya akan dikenakan pajak penghasilan atas semua penghasilan dari seluruh dunia (worldwide income).

IBCluvb- Sigit

l

Tidak ada komentar: