2012/04/14

Belajar pelayanan publik dari Negara tetangga Singapura

Singapura adalah sebuah negara kota yang terletak di ujung selatan Semenanjung Malaya, 137 kilometer (85 mil) sebelah utara khatulistiwa, di selatan Malaysia negara bagian Johor dan utara Kepulauan Riau Indonesia. Negara yang memisahkan diri dari federasi dan menjadi republik independen dalam Persemakmuran Bangsa-Bangsa pada tanggal 9 Agustus 1965 tersebut memiliki sistem pemerintahan republik parlementer, dan Konstitusi Singapura menetapkan demokrasi perwakilan sebagai sistem politik nasional dengan partai yang dominan, Partai Aksi Rakyat (People’s Action Party). Singapura yang merupakan Negara maju di Asia (disamping Hongkong, Taiwan, dan Jepang) memiliki luas wilayah kurang lebih 647,5 Km2 dan jumlah penduduk sekitar 4,16 juta . Negara yang mendapat otonomi dari Negara yang terpadat kedua penduduknya diantara negara-negara merdeka di dunia dengan pendapatan per-kapita mencapai $ 30.000 pada tahun 2008 . Dengan etnik yang beragam, Singapura dihuni oleh orang-orang Cina (76.8 %), Malaysia (13.9 %), India (7.9 %) dan etnik lain sekitar 1,4 % (Wirtz and Chung, 2001; Neo, 2003).
Lokasinya yang strategis menjadi lengkap dengan sebagian besar pemerintahan yang bebas korupsi, angkatan kerja yang terampil, pro-investasi asing dan berorientasi ekspor, semua itu membawa singapura kepada kesuksesan ekonomi pasar bebas yang menarik investasi internasional dalam skala besar walaupun terdapat biaya operasi lingkungan yang tinggi . Saat ini Singapura dipimpin oleh Perdana Menteri Lee Hsien Loong (12 August 2004-sekarang)
Layanan Sipil di Singapura secara luas dianggap sebagai salah satu yang paling efisien dan tidak korup birokrasi di dunia, dengan standar tinggi disiplin dan akuntabilitas. Hal ini secara luas dianggap sebagai salah satu kontributor kunci keberhasilan Singapura sejak kemerdekaan. Bahkan, menurut sebagian warga Singapura, citra birokrasi Singapura bahkan lebih baik daripada perusahaan swasta.

III.2.1 Gambaran Birokrasi Singapura Secara Umum
Pemerintah memainkan peran yang sangat aktif di masyarakat dalam mengelola dan mengembangkan ekonomi. Tubuh pemerintahan dan kementrian mereka dibagi kedalam dua kategori yaitu kementrian reguler dan kepegawaian negara, keduanya berkonsentrasi pada tugas-tugas administrasi rutin. Tiga kementerian yang ada adalah pendidikan, kesehatan, dan dalam negeri (termasuk polisi, pemadam kebakaran, dan imigrasi) yang mempekerjakan 62 persen (43.000) dari 69.700 pegawai negeri pada tahun 1988. Pelayan Publik adalah mereka pegawai publik yang ditunjuk oleh Komisi Layanan Publik dan dikelola oleh Kementrian Keuangan Divisi Layanan Publik. Proyek aktif dalam pembangunan ekonomi dan rekayasa sosial ini dilakukan oleh sejumlah besar perundang-undangan khusus dan perusahaan-perusahaan publik, dimana mereka bebas dari prosedur birokrasi, dan kepada Parlemen diberikan wewenang untuk menyapu kekuasaan. Sejak 1984, terdapat 83 perundang-undangan yang mempekerjakan 56.000 orang. Tahun 1987, sekitar 125.000 tenaga kerja adalah pegawai publik.
Dua cabang pelayanan publik melayani fungsi yang berbeda dalam sistem politik. Pelayan Publik lebih ditujukan untuk mewakili kontinuitas kelembagaan dan melakukan tugas-tugas mendasar seperti penyerahan barang seperti air minum, dan penyediaan pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, dsb. Berbagai badan Quasigovernmental, seperti perundang-undangan, perusahaan-perusahaan publik, komisi, dan dewan perwakilan kemampuan adaptasi, inovasi, dan responseveness terhadap kondisi masyarakat lokal. Kerangka konstitusional pemerintah Singapura, dengan Parlemennya, kabinet, pengadilan, dan fungsional kementerian, menyerupai model dari Inggris dan negara-negara Persemakmuran Inggris lainnya. Dalam koleksi tertentu dari dewan dan majelis, yang meliputi segala sesuatu dari Central Provident Fund untuk Dewan Penasehat Sikh, mencerminkan adaptasi sukses model Inggris ke lingkungan Asia Tenggara.
Pekerjaan sebagai pegawai negeri memiliki prestise yang tinggi di Singapura, terdapat kompetisi yang cukup ketat untuk posisi untuk pegawai negeri dan dewan perundang-undangan . PNS diangkat tanpa memperhatikan ras atau agama, lebih mengutamakan kinerja mereka pada ujian tertulis kompetitif. Pegawai Negeri memiliki empat divisi hierarkis dan beberapa yang berperingkat pejabat "supergrade". 1 Januari 1988, terdapat 493 perwira supergrade, termasuk sekretaris tetap kementerian dan departemen sekretaris dan persentasenya < 1 persen dari 69.700 pegawai negeri yang ada.
Divisi satu terdiri dari administrasi senior dan profesional posting , yaitu 14 persen dari pegawai negeri. Tingkat tengah divisi dua dan tiga berisi pegawai-pegawai berpendidikan dan pekerja khusus yang melakukan pekerjaan pemerintah yang paling rutin. Divisi empat terdiri dari manual dan pekerja semi-skilled yang terdiri atas 20 persen dari pegawai negeri.
Pelayanan publik di Singapura dianggap sebagai pelayanan yang hampir seluruhnya bebas dari korupsi, karena dalam faktanya, hal ini dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kuat terhadap kepemimpinan nasional yang menekankan pada kejujuran dan dedikasi kepada nilai-nilai nasional. Biro Investigasi Praktik Korupsi sangat menikmati kegiatan pemeriksaan kekuasaan dan kegiatan penyelidikan mendapat dukungan kuat dari perdana menteri.
Kejujuran pekerjaan juga dipicu oleh gaji yang relatif tinggi yang dibayarkan kepada pejabat publik; gaji tinggi diberikan untuk menghilangkan godaan untuk korupsi. Dengan menganut system Tradisi Konfusian Cina dan Administrasi Pelayanan Sipil dari Inggris, pegawai-pegawai yang direkrut merupakan mahasiswa lulusan dari universitas elite, Sekolah pelayanan publik Singapura, dan umumnya berhasil, untuk merekrut orang-orang muda yang memiliki bakat akademis tinggi. Komisi Pelayanan Umum juga diberikan beasiswa kepada orang-orang muda yang berbakat tersebut untuk belajar di Singapura atau di universitas luar negeri dengan syarat mereka telah lulus seleksi pegawai negeri. Perekrutan pemuda dalam pengembangan dewan perundang-undangan sering diberikan tanggung jawab besar untuk proyek-proyek ambisius dalam pembangunan industri atau pembangunan perumahan. Pejabat publik memiliki prestise yang lebih besar daripada rekan-rekan mereka dalam bisnis

Peringkat Pelayanan Publik

KPK kembali mengumumkan hasil survey Integritas 2011 pada Instansi pusat, vertikal dan Pemda. Secara keseuruhan nilai dari Indeks Integritas Nasional adalah 6,31 dengan rata-rata nilai integritas instansi pusat (7,07) dan vertikal (6,40) lebih tinggi dibanding rata-rata nilai integritas pemerintah daerah (6,00). Masih terdapat 43 persen yaitu sebanyak 37 instansi/pemda yang nilai integritasnya masih di bawah rata-rata nasional.
Click Here

Survei integritas kali ini dilakukan kepada 89 instansi yaitu 22 instansi pusat, 7 instansi vertikal dan 69 instansi pemerintah daerah. Jumlah respondennya mencapai 15.540 yang terbagi dalam 507 unit layanan dengan rincian sebagai berikut: 43 unit layanan di instansi pusat dengan 1290 responden, 284 unit layanan di instansi vertikal dengan 8580 responden dan 180 unit layanan di pemda dengan 5670 responden.

Integritas Instansi Pusat

A. 10 Terbaik
Peringkat Instansi Indeks
1 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 7,6
2 Kementerian Kesehatan 7,52
3 PT. Jamsostek (Persero) 7,52
4 Kementerian Perindustrian 7,51
5 PT. Pelindo II (Pesero) Cabang Tanjung Priok 7,5
6 Kementerian Perhubungan 7,47
7 Kementerian Kelautan dan Perikanan 7,46
8 Kementerian Pertanian 7,45
9 Kementerian Komunikasi dan Informatika 7,43
10 Kementerian Pendidikan Nasional 7,41

B. 3 Instansi dengan integritas terburuk :
Peringkat Instansi Indeks
1 Kementerian Agama 5,37
2 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 5,44
3 Kementerian Koperasi dan UKM 5,52

Integritas di Sektor Publik
Peringkat Pelayanan Publik Indeks
1 Pelayanan SP2D di KPPN Kemenkeu 7.69
2 Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengkuhan pengusaha kena pajak Kemenkeu 7,65
3 Pelayanan Lelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Kemenkeu 7,51
4 Pelayanan Pengurusan Impor Barang di DJBC 7,03
5 Layanan Tambah Daya PLN 6,86
6 Peradilan Umum 6,44
7 Layanan Lembaga Pemasyarakatan 6,43
8 Peradilan Tilang 6,24
9 Pembuatan Surat Keterangan Kepolisian 6,2
10 Layanan Pemasangan baru dan Pemasangan Kembali 6,1
11 Pengukuran dan Pemetaan Kadastral 6,09
12 Pembuatan Sertifikat di BPN 6,04
13 Pembuatan dan Perpanjangan Paspor di Imigrasi 5,74
14 Layanan Administrasi Pernikahan di KUA Kemenag 5,41
15 Pembuatan dan Perpanjangan SIM Kepolisian 5,33

Integritas Pemerintah Kota

A. 10 Terbaik
Peringkat Pemerintah Kota Indeks
1 Dumai 7,77
2 Bukittinggi 7,67
3 Bitung 7,62
4 Yogyakarta 7,6
5 Batam 7,55
6 Pontianak 7,54
7 Gorontalo 7,45
8 Surakarta 7,43
9 Banjarbaru 7,43
10 Surabaya 7,42

B. 10 Terburuk
Peringkat Pemerintah Kota Indeks
1 Metro Lampung 3,15
2 Depok 3,5
3 Serang 3,54
4 Semarang 3,61
5 Manokwari 3,7
6 Ternate 4,07
7 Palembang 4,25
8 Bogor 4,27
9 Lubuk Linggau 4,38

2010/10/03




Duit Gedung Baru DPR Cukup Buat Monorel
Kamis, 02 September 2010 | 07:01 WIB
Besar Kecil Normal
foto



TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengamat ekonomi A. Tony Prasetiantono menilai, dana pembangunan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) cukup untuk memulai pembangunan proyek monorail yang bisa mengurangi kemacetan lalu lintas.

"Monorel memang tidak menyelesaikan masalah tapi bisa mengurangi kemacetan," katanya dalam paparan proyeksi ekonomi Bank Permata di Jakarta.

Tony menjelaskan, anggaran pembangunan monorail yang sekitar US $ 400 juta terlalu kecil, seharusnya dialokasikan sebesar 600 juta dolar AS atau sekitar Rp6 triliun. "Itu kan bisa diamortisasi hingga 4 tahun, jadi butuhnya sekitar Rp1,5 triliun per tahun," ujarnya.

Dana itu bisa saja dipenuhi dari dana pembangunan gedung DPR yang pada tahun pertamanya saja membutuhkan Rp 1,16 triliun. "Wakil rakyat lebih senang membangun gedung sendiri dibandingkan monorail," tuturnya.

Tony menambahkan solusi pembangunan monorail untuk mengurangi kemacetan juga telah dilakukan oleh kota Bangkok, Thailand.

Tony menilai seharusnya pemerintah tidak mengandalkan pihak swasta dalam membangun proyek infrastruktur penting. "Pembangunan subway membutuhkan Rp26 triliun satu ruas, masih terjangkau kalau pemerintah mau membiayai. Kalau proyeknya selama tujuh tahun, maka membutuhkan dana sekitar Rp 4 trilliun setahun masih masuk akal," tuturnya.

Selain itu, proyek lainnya yang dinilai harus segera diambil alih oleh pemerintah pendanaannya adalah perbaikan bandara internasional Soekarno-Hatta.

"Pembangunan bandara juga masih cari investor asing, padahal waktu pembangunan terminal 3 itu PT Angkasa Pura menyisihkan laba dan dari utang. Sekarang ini, seharusnya pemerintah pasang badan. Kalau satu gate membutuhkan dana Rp1-2 triliun, itu masuk akal," tambahnya.