2010/08/28

BERSATU MEMBANGUN BANGSA

Panitia Hak Angket BBM DPR RI Harus Segera Memanggil Perwakilan USAID, Bank Dunia, dan ADB di Indone



Written by Administrator
Tuesday, 11 November 2008
Koalisi Anti Utang, 28 Agustus 2008. Terbongkarnya bukti baru mengenai keterlibatan lembaga donor bilateral Amerika Serikat (USAID) dalam merancang UU Minyak dan Gas Nomor 22/2001 patut ditindaklanjuti oleh panitia angket DPR RI. Dana yang dialirkan USAID untuk pembahasan UU Migas dan turunannya, selama kurun waktu 2001-2004, disebutkan berjumlah 21,1 juta dollar AS atau sekitar Rp 200 miliar (Kompas, 27/08). Liberalisasi sektor Migas di Indonesia dimulai ketika pada tahun 2000 USAID memberikan utang luar negeri sebesar US$ 4.000.000 untuk mereformasi sektor energi di Indonesia. Tujuan dari proyek ini adalah “mengurangi peran pemerintah sebagai regulator, mengurangi subsidi, dan mendorong keterlibatan sektor swasta di sektor Migas.”
Pada dokumen USAID yang bisa dilihat dalam situs resminya menyebutkan secara jelas bagaimana peran USAID sebagai donor bilateral utama dan Asian Development Bank (ADB) yang memberikan pinjaman untuk melakukan “reformasi sektor energi” di Indonesia. Tidak hanya perannya dalam pembuatan UU Migas, USAID, ADB dan Bank Dunia juga ikut menyediakan analisis kebijakan harga energi dan penghapusan subsidi serta menyediakan analisis teknis tentang dampak ekonomi makro dan mikro atas kebijakan energi tersebut. Dokumen tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa “USAID helped draft new oil and gas policy legislation submitted to Parliament in October 2000”, sehingga jelaslah besarnya intervensi asing khususnya USAID dalam pembuatan UU Migas Nomor 22/2001.
Liberalisasi Migas juga telah direncanakan oleh Bank Dunia sejak dilakukan studi mengenai minyak dan gas di Indonesia (Indonesia Oil and Gas Sector Study – World Bank, June 2000). Studi tersebut merekomendasikan agar draf UU Migas yang diajukan kepada parlemen pada tahun 1999 harus berlandaskan pada semangat kompetisi, berorientasi pasar, menghilangkan intervensi pemerintah, serta konsisten mengikuti auturan-aturan yang berlaku di internasional.
Lalu dilanjutkan pada program energy and mining development, Loan No. 4712-IND tahun 2003 melalui kucuran utang luar negeri sebesar US$141 juta untuk proyek "Java Bali Power Sector Restructuring and Strengthening Project" untuk mendorong pemerintah menghilangkan subsidi BBM secara bertahap. Tujuan dari proyek yang akan berakhir pada bulan Desember 2008 ini, adalah untuk mendukung pemerintah menghilangkan subsidi BBM serta membangun pondasi untuk sektor energi yang layak secara komersil.
Fakta-fakta tersebut diatas menujukkan siapakah sebenarnya aktor yang harus bertanggung jawab atas buruknya kondisi sektor energi di Indonesia saat ini. Kebijakan-kebijakan yang disarankan oleh lembaga-lembaga asing tersebut justru menambah beban rakyat semakin besar. Pencabutan subsidi mengakibatkan naiknya harga kebutuhan pokok yang ditanggung oleh masyarakat, sedangkan proyek konversi gas yang juga didesain dengan pinjaman Bank Dunia justru menimbulkan kondisi kelangkaan dan kenaikan harga gas untuk rumah tangga. Ditambah lagi rakyat miskin Indonesia juga harus menanggung beban utang yang harus dibayar kembali. Di sisi lain, liberalisasi migas justru memberikan keuntungan bagi perusahaan-perusahaan asing multinasional yang bergerak di sektor migas.
UU Migas Nomor 22/2001 menambah satu bukti bahwa keterlibatan dan intervensi asing terhadap kebijakan strategis justru merugikan kepentingan nasional. Seruan KAU selama ini yang menyatakan bahwa kebijakan energi yang merugikan rakyat bersumber pada intervensi asing melalui lembaga keuangan internasional yang juga sejalan dengan pernyatan saksi ahli yang dihadirkan oleh Panitia Angket DPR.
Oleh karena itu, KAU menganggap bahwa untuk mengetahui sumber permasalahan BBM di Indonesia sampai ke akarnya, Panitia Angket Bahan Bakar Minyak Dewan Perwakilan Rakyat tidak hanya memanggil Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, Kepala BP Migas sejak Rachmat Sudibyo sampai sekarang, Direksi Pertamina, serta Tim Konseptor UU Migas dan Tim Penjualan LNG Tangguh tetapi juga perwakilan USAID, ADB, dan Bank Dunia di Indonesia yang telah menjadi sponsor atas carut-marutnya kebijakan energi nasional kita.

Tidak ada komentar: