A.1 Windfall Profit termasuk ke dalam Kategori Penghasilan
Secara etimologis windfall profit merupakan keuntungan yang diperoleh dalam jumlah yang sangat besar, di mana perolehannya tidak diduga-duga karena suatu kondisi tertentu, yang dalam penelitian ini merupakan windfall profit yang diterima oleh kontraktor bagi hasil di Indonesia di tengah kenaikan harga minyak dunia. Hal ini seperti diungkapkan oleh Mansury sebagai berikut:
“Itu kan sebetulnya yang disebut windfall profit itu adalah penghasilan yang diterima sehubungan dengan kenaikan harga..ini kan harga memang di atas.. sehingga ada windfall profit.. jadi semacam keuntungan tambahan karena kenaikan harga”1
Hal ini mengakibatkan terjadinya kenaikan jumlah penghasilan yang diterima, dikarenakan terjadinya kenaikan harga jual. Jika mengacu pada fungsi penerimaan, yang merupakan fungsi harga (Price) dengan produksi (Quantity), TR = P x Q, windfall profit yang diterima oleh kontraktor adalah lebih dipengaruhi oleh kenaikan harga, bukan adanya peningkatan jumlah produksi, karena jumlah produksi yang cenderung tetap. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Kurtubi:
“Pada saat terjadi kenaikan harga minyak yang terus melambung tinggi seperti sekarang ini, untuk perusahaan minyak, dia sama sekali tidak ada usaha, kenaikan pendapatannya semata-mata karena harga minyak yang tinggi, keringat nya dia sudah dibayar melalui bagian yang sudah ada dan cost recovery, jadi betul-betul penerimaan ekstra tanpa keluar keringat”2
Di bawah ini akan diuraikan windfall profit berdasarkan kategori penghasilan, mulai dari perlakuan di Indonesia pada tahun 1974, di Amerika Serikat pada tahun 1980, dan penerapannya dalam production sharing contract generasi keempat.
Hingga saat ini, di mana production sharing contract telah memasuki generasi keempat, belum ada payung hukum yang mengatur mengenai windfall profit yang diterima oleh kontraktor bagi hasil. Hal tersebut menjadikan tidak adanya perlakuan khusus yang dapat diterapkan atas windfall profit. Berdasarkan production sharing contract, untuk menentukan besarnya cost recovery, pajak penghasilan badan kontraktor, dan bagi hasil dilakukan penilaian terhadap minyak hasil produksi kontraktor (valuation of petroleum) ke dalam sejumlah mata uang. Di dalam kontrak, hal tersebut diatur di dalam Section VII No. 7.1.1 mengenai valuation of petroleum, yang berbunyi:
“All crude oil taken by Contractor including its share and the share for the recovery of Operating Costs and sold to third parties shall be valued at net realized price f.o.b Indonesia received by CONTRACTOR for such crude oil.”1
Berdasarkan bunyi klausul kontrak tersebut, maka minyak yang dihasilkan oleh kontraktor dinilai berdasarkan harga sebenarnya di titik penyerahan. Mengenai harga ini diatur lebih lanjut di dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-415/MK.012/ 1982 tanggal 27 April 1982 tentang harga minyak mentah untuk tujuan penetapan pendapatan kontraktor, yang hingga saat ini belum mengalami perubahan. Dalam aturan tersebut ditetapkan bahwa harga jual minyak mentah adalah harga yang ditetapkan secara resmi oleh pemerintah. Harga jual minyak mentah yang ditetapkan oleh pemerintah disebut juga dengan ICP (Indonesian Crude Price). Besarnya ICP ditetapkan tiap bulannya oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Perhitungannya mengikuti formula yang merupakan harga rata-rata tertimbang dari lembaga-lembaga pencatat ataupun lembaga energy provider data internasional, yaitu Platts, RIM Intelligence Co, dan APPI (Asian Petroleum Price Index). Platts adalah penyedia jasa informasi energi terbesar di dunia, jasa informasi tidak terbatas pada minyak, namun juga gas alam, kelistrikan, petrokimia, batubara dan tenaga nuklir. RIM Intelligence Co adalah badan independen yang berpusat di Tokyo dan Singapore, mereka menyediakan data harga minyak untuk pasar Asia Pasific dan Timur Tengah.
APPI (Asian Petroleum Price Index) juga merupakan lembaga pencatat harga yang menggunakan sistem panel (panel pricing) dimana penentuan harga minyak dilakukan oleh partisipan pelaku industri, seperti trader, refiner dan producer. APPI dikeluarkan oleh SeaPac Services di Hongkong. APPI dianggap sebagai mekanisme penentuan harga yang standar untuk wilayah Asia Timur. Adapun rumusan yang dipergunakan dalam menghitung besarnya ICP yaitu :
ICP = 40% Platts + 40% RIM + 20% APPI.
Sejak Oktober 2006, Indonesia mengubah bobot perhitungan ICP, di mana persentase APPI berkurang, sehingga menjadi :
ICP = 47,5% Platts + 47,5% RIM + 5% APPI.
Sejak Juli 2007, APPI dikeluarkan, sehingga menjadi:
ICP = 50% Platts + 50% RIM
Pada dasarnya tujuan utama pemerintah menetapkan ICP adalah untuk mencegah terjadinya transfer pricing yang dilakukan oleh kontraktor sehingga tidak melakukan penjualan di bawah harga pasar dalam sesama groupnya। Di samping itu, penentuan mekanisme ICP dilakukan untuk menjaga kestabilan harga di dalam negeri serta menunjukkan daya beli Indonesia atas minyak hasil eksploitasi kontraktor. Formula yang dibuat dalam perhitungan ICP didasarkan atas harga pasar, namun pada kenyataannya ICP senantiasa cenderung berada di bawah harga pasar. Salah satu jenis harga yang dapat dijadikan sebagai asumsi dalam harga pasar atas minyak secara internasional adalah harga yang ditetapkan oleh OPEC. Dalam daftar harga minyak yang ditentukan OPEC, harga minyak Indonesia yang diketahui adalah jenis Minas, karena jenis minyak ini merupakan jenis yang paling dominan. Dalam daftar harga yang dibuat oleh OPEC, besarnya senantiasa cenderung lebih tinggi dari pada jenis minyak Indonesia yang dihitung berdasarkan ICP.
-IBCluvb (Taufan)